Sabtu, 09 Mei 2020

Kartini dan STOVIA

Bangunan bertuliskan School Tot Opleiding Van Indische Artsen ini sekarang kita kenal sebagai Museum Kebangkitan Nasional, dengan koleksi utama berbagai memorabilia pendirian Boedi Oetomo sebagai organisasi pergerakan modern pertama, serta benda-benda yang terkait dengan pendidikan kedokteran tempo doeloe di STOVIA. Namun di salah satu ruangan museum, kita akan menemukan diorama berukuran besar yang memperlihatkan Raden Adjeng Kartini, tokoh wanita asal Jepara, yang tengah mengajar di Sekolah Kepandaian Putri Jepara. Apa hubungan Kartini dengan STOVIA?



Kita mengenal Kartini sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa Kartini ternyata nyaris menjadi siswa di STOVIA. Ketika J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Kerajinan, dan Agama datang ke Jepara pada tahun 1900 untuk mendiskusikan pendirian sekolah bagi putri bangsawan, Abendanon terkesan dengan kunjungan ke Jepara, sehingga mengundang Bupati Sosroningrat (ayah Kartini) dan keluarga untuk berkunjung ke Batavia. Perjalanan ke Batavia memberi secercah harapan, karena Abendanon bersedia membantu Kartini untuk  masuk STOVIA. Kartini menilai pilihan tersebut cukup realistis, karena STOVIA berada di Batavia, dan tidak memerlukan biaya. Namun harapannya pupus karena ayahnya tidak setuju, dengan alasan saat itu murid STOVIA seluruhnya laki-laki.



Sosok Kartini mungkin lebih dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan. Namun sejatinya perjuangan Kartini lebih luas daripada itu. Kartini telah mengungkapkan gagasannya tentang kebangsaan dalam surat-suratnya. Jauh sebelum berdirinya Boedi Oetomo, Kartini telah berkorespondensi dengan berbagai pihak mengenai gagasan kebangsaan, termasuk dengan orang-orang penting di Eropa, sahabat penanya, dan bahkan para pelajar STOVIA. Surat-surat Kartini membuat banyak para pelajar STOVIA terbakar semangat nasionalismenya.

Tahun 1903, dalam sebuah pertemuan saat berkunjung ke Batavia, Kartini telah menggaungkan semangat pergerakan nasional. Saat itulah kata-kata “Jong Java” pertama kali keluar dari mulut Kartini. Buah pikiran Kartini ini menginspirasi banyak pihak, termasuk dr. Cipto Mangunkusumo dan para siswa STOVIA lainnya. Sedemikian menginspirasinya Kartini bagi para siswa STOVIA, mereka menganggap Kartini sebagai tempat berkeluh kesah, tempat bertukar pikiran, dan penyemangat bagi anak-anak muda. Untuk itulah mereka memanggil Kartini sebagai “Ayunda”, yang bermakna “kakak perempuan”.

Semangat yang diinspirasi Kartini inilah yang kemudian memicu berdirinya Boedi Oetomo, yang selanjutnya menggerakkan pergerakan-pergerakan nasional lainnya hingga menuju Proklamasi Kemerdekaan. Karena inspirasinya ini, banyak pihak yang menganggap Kartini memiliki tempat khusus sebagai Ibu Nasionalisme. Namun mengapa konsep nasionalisme Kartini tidak pernah kita kenal dengan konkrit? Mungkin karena gagasan nasionalisme yang diusung Kartini masih sangat konseptual, dan tercerai berai dalam surat-suratnya, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam dunia pergerakan.